JEJARING SOSIAL, DULU HINGGA KINI

Dewasa ini perkembangan internet di Indonesia sangatlah pesat. Perkembangan tersebut memberikan banyak pengaruh dan perubahan pada kehidupan masyarakat. Jika dulu hubungan komunikasi antar manusia dan jalur lalu lintas informasi terbatas ruang lingkup dan waktu, kehadiran Internet telah mendobrak batas-batas ruang dan waktu itu hingga terwujud sebuah arus informasi dan komunikasi tanpa batas. Dengan adanya Internet, situasi di sebuah wilayah atau negara bisa dapat dengan cepat tersebar ke seluruh penjuru dunia secara real-time tanpa harus menunggu lama. Kita pun dapat terhubung dengan masyarakat dunia luar dimana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan jejaring sosial (social network) yang sekarang ini sudah bermacam-macam nama serta bentuknya.

            Dulu sekitar tahun 2002 saya pertama kali mengenal sosial media melalui Friendster (FS) yang begitu boomingnya dikalangan remaja. Hampir semua anak remaja saat itu mempunyai akun di sosial media tersebut. Kini, bermunculan lebih banyak lagi sosial media yang digandrungi anak muda jaman sekarang. Diantaranya yang paling terkenal adalah situs jejaring sosial Facebook (FB) sampai-sampai pembuatnya pun ikut terkenal sebagai dampak boomingnya jejaring sosial ini. Memang saya akui, situs Facebook mempunyai berbagai manfaat. Selain untuk menambah teman, Facebook juga dapat membantu kita mencari teman lama atau bahkan mencari saudara yang sudah lama terpisah karena Facebook tidak hanya digunakan oleh para remaja tetapi juga anak kecil bahkan orang dewasa sekalipun mempunyai akun disitus ini guna menyambung tali silaturahmi dengan teman lama mereka. Sedangkan bagi para pengusaha kecil, menengah, sampai besar, mereka memanfaatkan jejaring sosial sebagai media promosi gratis bagi produk-produknya. Dan itu terbukti sangatlah menguntungkan, karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk iklan atau promosi, tetapi dengan cepat produk mereka tersebar ke pasaran luas.

Meledaknya situs jejaring sosial Facebook juga membuat jejaring sosial lain ikut booming, seperti jejaring sosial twitter, instagram, path, dll yang saya tidak dapat sebutkan satu per satu. Media sosial tersebut sangatlah akrab dengan anak remaja saat ini sebagai aktualisasi diri mereka dalam bergaul dengan sesamanya. Mereka dengan bebas mengungkapkan isi hati mereka di akun jejaring sosial yang mereka punya. Bahkan sebuah studi menyatakan anak remaja yang tidak mempunyai akun dijejaring sosial cenderung harus diwaspadai karena itu berarti mereka cenderung tertutup terhadap apa yang sedang dialaminya dan mempunyai masalah dengan pergaulan.

Dari sekian banyak hal positif yang bisa didapat, jejaring sosial juga mempunyai efek buruk bagi penggunanya. Karena data-data yang ada di jejaring sosial tidak dapat dijamin keabsahannya, berbagai kasus pun sering muncul. Diantaranya adalah penipuan. Penipuan berkedok bisnis maupun penipuan identitas pribadi. Penipuan bisnis diantaranya dalam jual beli online. Sistematika jual beli online adalah hanya dengan mengandalkan rasa saling percaya. Maksudnya, si pembeli tidak bertemu muka langsung dengan penjualnya, melainkan hanya berkomunikasi lewat telepon atau melalui jejaring sosial yang bersangkutan, lalu si pembeli mentransfer sejumlah uang yang telah disepakati, barulah barang yang diminta akan dikirim oleh si penjual. Dengan sistematika seperti ini, banyak diantara calon pembeli yang sudah mentransfer sejumlah uang, tetapi barang yang dipesan tak kunjung datang dan si penjual seolah hilang tidak dapat dihubungi. Kasus seperti ini sering terjadi. Oleh karena itu apabila kita ingin membeli barang secara online, kita tetap harus pandap-pandai mencari penjual yang dapat dipercaya.

Pada akhirnya, jejaring sosial hanyalah sebagai media. Semua kembali kepada kita sebagai pengguna, ingin mendapatkan manfaat baik atau buruk dari adanya jejaring sosial.

NEGERI CARUT-MARUT II

Korupsi. Satu kata yang sangat menggiurkan apabila diacuhkan, namun menjadi hal yang sangat memalukan (seharusnya) apabila dilakukan.

Belakangan ini kata-kata korupsi seringkali mengiang di telinga kita. Ini dikarenakan semakin banyak kasus korupsi yang muncul ke permukaan seiring berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sebelum kita membahas lebih jauh, kita harus tahu dulu apa itu korupsi. Kata korupsi berasal dari bahasa Latin “corruptio” dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok). Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Rupanya kegiatan korupsi di negeri ini bukan merupakan tren yang baru-baru saja terjadi, tetapi sudah dilakukan sejak dahulu kala. Sehingga pantaslah ada istilah yang mengatakan bahwa “korupsi sudah mendarah daging di negeri ini”. Bayangkan saja, tarian koruptor korupsi di negeri ini sudah ‘membudaya’ sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai cara sudah ditempuh untuk memberantas penyelewengan ini, namun hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Karena memang tindakan seperti ini sudah mengakar, menyebar-luas ke berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

Korupsi merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas bangsa ini. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh persoalan moralitas belaka? Kita tidak boleh serta-merta melihat segi moral sebagai aspek tunggal dari praktek korupsi di negeri ini. Moralitas seseorang sangat ditentukan oleh lingkungan dan pergaulan sosialnya. Tinggi rendahnya moralitas yang terbangun dalam diri seseorang, tergantung seberapa besar dia menyerap nilai yang diproduksi oleh lingkungannya. Selama 32 tahun Orde Baru berkuasa, moralitas masyarakat direduksi oleh kepentingan politik dominan ketika itu. Negara melalui pemerintah telah secara sengaja membangun stigma dan prilaku yang menyimpang, dengan melegalkan praktek korupsi dikalangan pejabat-pejabat pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan oleh bentuk serta pola praktek kekuasaan yang cenderung menindas sehingga secara terang-terangan telah melegalkan praktek korupsi, meski di depan mata masyarakat kita sendiri.

Zaman itu, mungkin saja semua orang tahu (bahkan tak jarang yang pura-pura tak tahu), bahwa telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan penggunaan uang rakyat dalam bentuk korupsi yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru dan kroni-kroninya. Akan tetapi, budaya politik bisu yang dihegemonisasi oleh pemerintah, membuat masyarakat terkesan diam dan acuh akibat ketakutan-ketakutan mereka yang oleh pemerintah sengaja diproduksi secara sistematis ketika itu. Bersuara berarti berhadapan dengan kekuasaan, yang tentu akan berujung tekanan dan represi bagi yang berani menyuaraknnya.

Korupsi bukanlah sebuah masalah moral semata, walaupun tentu saja masalah moral memiliki peran penting dalam menyuburkan praktek korupsi di negara ini. Akan tetapi peran tersebut tidak tidak terlepas dari struktur politik kekuasaan yang memberikan ruang untuk munculnya masalah korupsi ini. Belakangan ini, begitu banyak terdengar upaya kampanye sederhana (soft campaigne), baik pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-toko agama tentang seruan serta imbauan kepada masyarakat untuk terus memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap biang terjadinya korupsi di Indonesia. Media yang digunakan beragam, mulai dari iklan TV, Koran, Majalah, Tabloid hingga pamflet dan selebaran, yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa, “jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi di Indonesia”. Upaya ini dirasa kurang cukup. Selain mencegah, kita juga harus mengobati apa yang sudah terlanjur terjadi. Dengan cara menghukum seberat-beratnya tersangka yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi sekecil apapun. Menghukum bukan hanya dari segi materiil, tetapi juga non-materiil. Hukuman penjara dan ganti rugi sudah jelas harus diberikan, tetapi hukuman moral seperti dikucilkan dan dibuat malu juga perlu agar para pelakunya jera. Selama ini yang saya lihat para pelaku justru malah dihormati, diagung-agungkan, dilakukan bak raja dengan memberikan fasilitas mewah dan diberi keleluasaan untuk keluar-masuk rumah tahanannya. Kalau begini terus, bagaimana para koruptor akan jera? Malah mungkin tindakan korupsi akan tumbuh semakin subur di negeri kita tercinta ini.

calendar

Januari 2013
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

RSS Feed yang Tidak Diketahui